BAKTIKU
DAN PENGGORBANANKU DEMI IBUKU
kebanyakan
kaum hawa yang dikatakan memasuki fase remaja, mereka lebih memilih untuk lebih
menghabiskan waktu mereka dengan bersenang-senang, bahkan mereka selalu
berpakaian rapi, bersepatu hak tinggi, langsing, rambut sebahu, berombak rapi,dan
selalu tampil modis.
Berbeda
dengan seorang remaja yang sangat patuh dengan ibunya, anak itu bernama Aista
usiannya baru 17 tahun, selepas kepergian ayahnya yang wafat saat Aista
beranjak usia 11 tahun, praktis dia menjadi tulang punggung keluarganya, ia
hidup bertiga dengan ibu dan adik perempuannya yang berusia 11 tahun di bawah
Aista. Aista sangat berbakti dengan ibunya, ia juga rajin belajar dan suka
menabung, Aista belajar di SMP Harapan Mulia, dia juga terbilang anak yang
rajin dan sangat menghormati gurunya.
Suatu hari
ibunya Aista sakit, karena sakitnya sudah sangat parah, pagi itu Aista
memutuskan untuk tidak bersekolah belajar seperti biasanya, ia mau memeriksakan
ibunya ke dokter di kota, Aista menggendong ibunya, sedangkan adik perempuannya
berjalan di belakang sambil membawa semua keperluan ibunya, kota yang dituju
dimana dokter itu berpraktek jauhnya sekitar 10 kilo meter, sedangkan Aista
tidak mempunyai uang sepersenpun untuk naik angkot menuju tempat praktek dokter
dan hari itu hujan lebat. Di tengah-tengah kebingungan adik dan ibunya pun
mengeluh, Aista segera mendudukan ibunya disebuah gubuk dipinggir sungai, namun
ibunya sudah keburu pinsan, Aista sangat khawatir, apalagi ketika diraba
dahinya, panasnya kembali naik.
“Adik kamu
tunggu sebentar disini” ucap Aista dengan raut muka sedih sambil bergegas
menggendong ibunya .
“mbak mau
kemana??” jawab adik.
“mbak
harus segera sampai ditempat dokter, ibu sudah sangat parah sakitnya”
“tapi mbak
sekarang hujan lebat nanti mbak sakit, apalagi tempat praktek dokter sangat
jauh”
“tidak
dek, kalu ibu tidak di bawa cepat nanti ibu nambah parah” ucap Aista sambil
menanggis.
“ok kalau
begitu, aku akan ikut mbak, aku tidak ingin sendiri disini”
“tapi dek
ini hujan sangat lebat nanti kamu sakit, biarkan mbak saja yang pergi kamu
doakan saja mbak semoga cepat sampai” dengan nada yang sedih.
“TIDAK
(dengan nada tinggi), mbak aku harus ikut, kita harus berjuang sama-sama”
“tapi
dek!!(aista terdiam sejenak), ok la ayo kita buru-buru berangkat nanti ibu
nambah parah” ujar Aista
“iya mbak”
jawab adik
Dengan
perjuangan yang keras Aista,ibu, serta adiknya sampai di tempat praktek dokter.
“dokterrrr
tolong ibu saya, ibu saya sakit parah, tolong dok” Tegas Aista sambil menanggis
“maaf kamu
tunggu sebentar, banyak pasien yang mengantri” jawab suster
“aku mohon
suster,tolong ibu saya, kalu tidak cepat di tolong nanti ada apa-apa dengan ibu
saya” dengan berlutut kepada suster sambil menanggis.
Akhirnya
dokter pun luluh dan mempersilahkan Aista untuk masuk keruangan agar ibunya
cepat di tanggani. Dokter pun keluar dari ruangan ibunya aista. Dengan cemas
dokter mengatakan tentang hal penyakit yang diderita oleh ibunya.
“dok
bagaimana keadaan ibu saya” tanya aista dengan raut muka cemas
“iiibbbuu
kamu !!(terdiam sejenak)”
“apa
dokter” tanya adik.
“ dengan
sangat menyesal saya mengatakannya, sebelumnya saya minta maaf, kalian yang
sabar, ibu kalian menderita penyaki kanker otak stadium lanjut” jawab dokter
dengan raut muka sedih
“apa,,,!!(dengan
terkejut), tidak mungkin dokter, ibu saya tidak mungkin menderita penyakit
tersebut, apa yang harus kami lakukan untuk menolong ibu saya” sambil menanggis
“jalan
terbaiknya adalah dengan kita mengoprasi ibu kalian” dengan tegas
“oprasi,
apa tidak ada jalan yang lain selain oprasi???, uang yang di perlukan untuk
oprasi sekitar berapa dokter” tanya aista dengan mula murung.
“ tidak
ada hanya oprasilah janlan satu-satunya, uang yang diperlukan untuk oprasi
sekitar 10 juta” jawab dokter
“astaufirullah,
ya Allah betapa berat cobaan yang engkau berikan, dan bertubi-tubi” ungkap
aista sambil menaggis dan terduduk lemas.
Dokter pun
pergi meninggalkan aista dan adiknya
Keesokan
harinya disekolah
Sela
melihat Aista sendirian di kelas niat untuk jahil pun muncul, lalu niat jahil
pun mendadak hilang saat melihat wajah Aista murung,
Tumben
biasanya selalu ceria dan penuh semangat, sekarang kok loyo dan tidak bersemangat,
batin Sela.
“ada apa
Aista, kamu sakit??” apa ada masalh??” Sela bertanya dengan hati-hati
“enggak!!”
jawab Aista singkat.
“Eemm,,,
biasanya kamu bersemangat sekali, tapi kok hari ini kamu tidak bersemangat ,
kamu cerita saja” tanya Sela
“Gini Sela
ibuku sakit keras, dia membutuhkan uang yang sangat banyak untuk ibu operasi,
aku harus bagaimana aku binggung mau mencari uang buat operasi ibu” ungkap
Aista panjang lebar dengan mimik muka yang sedih.
“Oh..........
itu ternyata masalahnya, bagaimana cara aku bantui kamu” ujar Sela.
“ya, udah
nggak apa-apa kok” jawab Aista
“oh.... ya
Aista, aku hampir saja lupa, ada lomba pembuatan robot, hadiahnya lumayan juara
1 beasiswa sekolah dari S1 – S3 ke cina, juara 2 beasiswa ke jerman, juara 3
uang 50 juta rupiah, hadiahnya lumayan, kamukan cerdas dan pinter pasti kamu
bisa jadi juara hitung-hitung kamu berbakti kepada ibu mu dan guru-guru, kamu
dapat membuat mereka bangga dan mengharumkan nama sekolah” ujar Sela panjang
lebar.
“yang
bener Sela, pendaftarannya dimana??” tanya Aista
“ok aku
akan mendaftar juara 3 itu sudah cukup bagi aku, yang penting aku mempunyai
uang untuk oprasi ibu” ungkap Aista
“ ya ampun
Aista, semua orang berharap untuk menjadi yang nomor satu, bukan yang nomor
3tiga kamu benar-benar konyol ya Aista” jawab Sela
“hahaha...
kamu Sela, yang aku butuhkan sekarang bukanlah beasiswa tapi yang aku butuhkan
adalah uang buat ibu saya”
“kamu
memang benar-benar anak yang baik Aista, kamu memang anak yang berbakti kepada
orang tua mu” dengan nada rendah
“haduh
jadi terharu aku, Sela sekali lagi aku terimah kasih ya” ungkap Aista dengan
mimik muka bahagia
“okla Aista sama-sama sukses selalu ya”
“ok makasih
ya”
Di rumah
sakit
Aista
bercerit a kepada Adik dan Ibunya bahwa Aisata akan mengikuti lomba pembuatan
robot
“Assalamualaikum”
ungkap Aista
“waalaikumsalam
wr.wb” jawab ibu dan Adik
“bagaimana
kabar ibu?” tanya Aista dengan ibu
“alhamdulilah
ibu sedikit agak lumayan, walau kepala Ibu masih sangat sakit”
“ibu
banyak-banyak istirahat ya, jangan memikirkan yang macem-macem”
“iya nak”
“oh ya bu,
Aista mengikuti lomba pembuatan robot” ujar Aista dengan senang
“syukurlah,
semangat ya nak, semoga kamu menjadi juara yang pertama” jawab ibu dengan
singkat
“tidak bu,
Aista hanya ingin juara ke-3”
“la kok
juara ke-3 Mbak?” sambung Adik
“karena
juara pertama beasiswa sekolah dari S1-S3 ke cina, juara dua beasiswa ke
jerman, juara tiga uang Rp.50.000000,-
Mbak membutuhkan uang karena pada saat ini kita sangat membutuhkan uang, uang
untuk bayar sekolah,rumah sakit, dan operasi Ibu” ungkap Aista panjang lebar
“tapi kan
Mbak juara pertama itu hadiahnya lumayan, demi masa depan Mbak” jawab Adik
dengan heran
“tidak dek,
yang ada di pikiran Mbak sekarang hanya kesembuhan Ibu, Mbak belum memikirkan
hal itu”
“Ya sudah
Mbak, Adek kalian jangan berdebat, mau juara berapapun Mbak Aista, ya,,,,,,
kita patut untuk mensyukurinya, ibu terima kasih Aista kamu berkorban demi Ibu
nak, Ibu bangga dengan kamu nak..” ungkap ibu sambil menghusap kepala Aista.
“iya bu,
baktiku dan pengorbananku demi ibu, aku sayang dengan Ibu(Aista memeluk
Ibunya), ibu tetap semangat ya bu, Aista yakin Ibu pasti sembuh” dengan
menaggis
Hari
perlombaan pun dimulai dengan bangganya Aista mengikuti lomba tingkat
internasional, tahap demi tahap Aista lalui dan akhirnya babak finalpun ia
jalanni dengan tersisa empat orang lagi termasuk Aista.
Aista dan
ibu Nadin istirahat sejenak sambil menunggu babak final dimulai.
“Aista
jangan gerogi ya nak”ungkap guru Aista
“iya bu,
selalu doakan Aista” jawab Asta dengan nada lembut
“iya
selalu nak, ibu dan guru-guru yang lain berharap Aista mendapatkan juara 1”
“tidak bu,
Aista tidak mengharapkan hal itu, yang Aista harapkan yaitu Aista mendapatkan
juara 3, Aista benar-benar memerlukan uang untuk pengobatan Ibu”
“iya
Aista, tapi guru-guru semuanya berharap begitu, tapi ya semuanya tergantung
Aista” ungkap guru Aista sambil
tersenyum kecil.
Babak
final pun dimulai, Aista dengan mudahnya mempresentasikan robot hasil
ciptaannya, hal tersebut membuat kagum para juri dan guru-guru Aista yang
menyaksikan pertunjukkan Aista
“Aista
kamu benar-benar hebat, kamu memang cerdas” ungkap guru sambil menggangkat
kedua jempolnya
“terima kasih
bu atas pujiannya, Aista rasanya ingin terbang, karena ibu memuji Aista” jawab
Aista sambil tersenyum kecil
“iya nak
kamu patut untuk di puji”
“makasih
bu” ungkap Aista dengan singkat
Babakfinal
pun sudah dilaksanakan, Aista dan guru-gurunya istirahat, sambil menunggu
pengumuman.
Pengumuman
pun dimulai
“selamat
sore semuanya, saya berdiri disini untuk mengumumkan hasil pemenang, baiklah
semuanya sudah pada penasaran, saya akan langsung mengumumkan pemenag” ungkap
juri dengan tegas
“Aduh
kenapa aku dek-dekan ya, mudah-mudahan ya Allah engkau memberikan yang terbaik,
AMIN” Batin Aista
“baikla
saya akan mengumumkan juara ketiga yaitu Handayani dari SMA Tunas Bangsa, juara
ke dua yaitu Ahmad Fuzan dari SMA Negeri 164,
na ini dia juara pertama yaitu Aista Ais Muhammad dari SMA Harapan
Mulia” ungkap juri
Sorak-sorak
dan tepuk tangan mengiringi Aista
‘selamat
ya nak, kamu menang” ungkap guru sambil mencium pipi Aista
“iya bu”
jawab dengan singkat
Aista maju
kedepan dengan memasang mimik muka sedih
Pembagian
hadiah pun sudah dilaksanakan
Keesokan
harinya
Teman-teman
Aista mengajak Aista ke lestoran Mc. Donald. Di lestoran Aista sendirian dan
Aista
sedang asyik mengamati orang lalu-lalang di restoran lalu bahunya di tepuk
seseorang
“Aista,
sombong banget kamu, ya! Di panggil dari tadi nggak noleh-noleh!” ujar Andi
Aista yang langsung mengambil tempat duduk disampinnya.
“enngak
kok” dengan gagu
“loe
kenapa Aista, muka kamu kusut banget kayak enggak di strika” tanya Kesya Aista
dengan lembut
“sakit
yang di derita Ibuku semakin parah
sakitnya, aku tidak tahu harus berbuat apa, aku tidak punya uang untuk
pengobatan ibu”
“na
bukanya kamu menang dalam perlombaan” tanya Andi dengan heran
“aku
mendapatkan beasiswa, bukan uang, hua.......” dengan menagis
“Hussss.....
jangan nangis kencang-kencang malu tau” Kesya membekap mulut Aista
“Mmm...mmm”
Aista berusaha membuka bekapan Kesya
“hos...hos..
nggak bisa napas tau!” Aista sambil menghapus air matanya
“Biar kamu
nggak sedi lagi, aku traktir burger, eskrim, Mc donald, mau kan” terang Andi
“hu..
makan aja lu, langsung seneng”
Aista,Kesya
dan Andi pun memesan makanan ini dan itu
Mas-mas Mc
Donald pun menghampiri mereka
“mas saya
pesen Big Burger 2, Sundaenya 3” ungkap Aista jelas
“buseet!
Kamu ngilangi sedih apa laper ni?” Kesya dengan muka keheranan
“tapi aku
heran deh” Andi dengan heran
“heran
kenapa?” tanya Aista
“kamu
makan segitu banyaknya kagak gendut-gendut cacingan kali ya?” ujar Andi serius
“Buseet
deh kamu, asal ngejeplak aja, aku olahragalah lagian aku juga jarang-jarang
makan fast food kayak gini”, ujar Aista dengan nada tinggi
“oh ya
Aista ada lomba tilawah ni, hadiahnya lumayan, kalau kamu menag kamu bisa
gunakan uang itu untuk operasi dan pengobatan ibu kamu” ungkap Kesya
“serius”
tanya Aista dengan serius
“dua rius
malah, nanti aku daftarin deh”
“ok
makasih ya Kesya”
Merekapun
selesai makan, dan mereka pulang kerumah masing-masing
Di rumah
sakit
“Asslamualaikum”
ungkap Aista
“waalaikumsalam
wr.wb” jawab ibu dan Adik
Aista
mennyalami Ibunya
“bu doakan
Aista ya, Aista ikut lomba tilawah”
“selalu
nak” jawab ibu singkat
“mbak Adek
ikut ya siapa tahu kita berdua menang”
“iya dek”
Perlombaan
pun dimulai
Aista dan
adiknya sudah menampilkan kemampuan mereka dengan semaksimal mungkin
Pengumumna
pemenag pun akan segera di bacakan
“baiklah,
selamat sore para peserta dan para penonton sekalian, saya akan membacakan
pemenag perlombaan kita pada sore ini, baiklah saya akan mengumumkannya, juara
pertama yaitu Aista Ais Muhammad, juara ke dua yaitu Adek kesya Kurnia, juara
ketiga Muhammad”
Aista dan
Adiknya pun langsung syujut syukur dan menangis bahagia
Merekapun
naik kepanggung untuk menerima hadiah
“ Mbak
alhamdulilah kita bisa secepatnya membawa ibu untuk oprasi” sambil memeluk
Aista
“iya dek,
alhamdulilah” dengan singakt
Mereka
buru-buru pulang untuk mengabarkan berita baik ini kepada Ibu mereka, setelah
sampai di rumah sakit bukan kabar gembira yang mereka akan sampaikan melainkan
mereka mendapatkan kabar bahwa ibu mereka meninggal dunia.
“dok Ibu
kenapa?” tanya Adek dengan cemas
“maaf kan
saya, ibbbbuuu kalian telah meninggalakan kita semua” jawab dokter dengan gagu
“ibbbuuu,
tidak mungkin dokter, ibu harus operasi dok, kami sudah punya uang dokter”
ungkap adek dengan mimik muka sedih
“iiibbbbuuuuu”
dengan menagis dan terduduk lemas
“Mbak ibu
Mbak” Adek memeluk Aista
“iya dek,,
mbak nggak bisa berbuat apa-apa, kita harus ikhlas menerima semuanya, kita
sudah berkorban demi ibu, tapi Allah berkata lain, ikhlas kan ya dek” dengan
menagis
“Allah
benar-benar jahat kak, Allah sudah mengambil Ayah sekarang malah menggambil
Ibu, harta kita satu-satunya” ungkap adek sambil menangis
“astaufirullah
dek tidak boleh begitu, Allah sayang dengan kita, mungkin ini jalan terbaik
buat Ibu dan kita, kamu sudah berbakti dengan Ibu, kamu sudah berkorban demi
ibu, itu pasti membuat Ibu bangga dengan kamu”
“iiiiiiiiiiiiiiibbbbbuuuuuu”
Adek berlari menghampiri Ibunya
Ibu Aista
dan Adek pun dikebumikan
Hari demi
hari, bulan demi bulan mereka lalui tampa Ayah dan Ibu mereka
Dan kini
Aista sekolah di cina berkat beasiswa yang ia dapatkan sedangkan Adek di panti
Asuhan sampai Aista pulang.